Akhir Bencana di Negeri Dongeng

Pada suatu ketika di Negeri Dongeng, terjadi musim hujan yang sangat panjang. Setiap hari hujan tak pernah berhenti. Siang malam selalu saja di guyur dengan hujan yang lebat, dan sejak musim hujan yang panjang itu terjadi, semakin banyak saja keanehan setiap harinya.

Sang Raja mulai cemas dengan keadaan ini, karena banyak keluhan dari rakyatnya yang kebanjiran, kekurangan makanan dan gagal panen. Laporan yang diterima raja kali ini sangat aneh, paling aneh dari sebelumnya. Ternyata sekarang beberapa pepohonan ada yang bisa berbicara seperti manusia.

Untuk membuktikan laporan dari rakyatnya tersebut, sang raja dongeng langsung menuju ke rumah rakyatnya itu, untuk melihat dengan langsung pepohonan yang bisa bicara seperti manusia. Sang raja pergi dengan iringan pengawal dan para menteri untuk memastikan keanehan tersebut.

Dengan menggunakan payung kerajaan yang besar sang raja bersama rombongan berjalan. Sungai-sungai yang dilalui terlihat mengalirkan air yang begitu besar, karena hujan tidak berhenti sejak lama. Sawah-sawah mulai terendam banjir, bahkan ada beberapa rumah yang mulai di genangi air hingga menutupi teras rumah tempat bermain anak-anak. Sungguh menyedihkan.

Sesampainya di tujuan, rombongan kerajaan di kagetkan dengan kegaduhan dari sekitar rumah rakyatnya tersebut . Ternyata disana pepohonan yang peliharaan rakyatnya itu ramai berbicara, dan dengan keheranan sang raja menyapa pepohonan itu.

Hey rakyatku! Apa gerangan yang sedang kalian bicarakan dan apa yang kalian inginkan? Dengan berwibawa sang raja menyapa dan bertanya.

Paduka Raja, untunglah paduka cepat datang. Kami ingin tinggal di istana, karena kami kedinginan disini, kami sudah tidak sanggup lagi pepohonan itu berbicara hampir bersamaan.

Hmmmm! Baiklah aku bisa membawa kalian ke istana, tapi bagaimana dengan kamu pohon besar? Aku tidak bisa membawamu, karena kamu terlalu besar sang raja berkata sambil melihat ke atas, karna pohon besar itulah yang tadi berbicara paling keras dan menggema.

Tebang saja Paduka! Itu tidak akan menyakitiku, karna aku adalah pohon. Jadikan kami kayu bakar di istana Paduka! Itu adalah kebanggan dan kehormatan buat kami

ooh baiklah kalo begitu, kami akan bawa kalian ke istana.

Setelah selesai menebang pohon, para pengawal kerajaan dan rombongan bergegas menuju ke istana. Pak tani dan keluarganya ikut ke istana, karena pepohonan itu ingin mengajak majikannya. Yaitu pak tani. Pada waktu itu hujan masih turun, tapi tidak terlalu besar, hanya grimis saja.

Sesampainya di istana, raja dan rombongan di kagetkan oleh suara yang sangat gaduh. Ternyata kayu bakar di istana semuanya sudah bisa berbicara. Dan kayu-kayu bakar itu tidak mau di bakar, mereka ingin duduk di kursi kerajaan. Sang raja kebingungan dan akhirnya kayu bakar itu di tempatkan di ruangan yang biasa di pakai untuk raja dan para mentri berdiskusi. Di ruangan tersebut kayu bakar itu berkumpul. Ada yang berteriak, mengobrol dan ada juga yang tertawa. Mereka sangat menikmatinya.

Sang raja menyaksikan semua itu terkagum kagum. Dia berkeliling disekitar istana melihat keanehan yang baru di alaminya. Seumur hidupnya, baru saat itu melihat pepohonan dan kayu-kayu itu dapat berbicara. Kayu itu ada yang sudah tua disebut kakek oleh kayu kayu disekitarnya. Mereka ternyata berkeluarga, ada anak, keponakan ayah dan ibu. Ada juga yang tingi, besar dan ada juga yang kurus. Yang kurus itu adalah anak yang nakal begitulah kata si kakek ketika di tanya oleh sang raja.

Tiba-tiba sorang pelayan kerajaan yang bertugas memasak menghampiri sang raja. Dengan panik ia kemudian berlutut di hadapan sang raja, dan kemudian dia berbicara.

Maaf paduka raja, di dapur ada masalah besar

hmmm, ada apa pelayan?

Paduka, Semua kayu bakar berdemo, mereka tidak mau di bakar lagi. Kami tidak bisa memasak lagi paduka. Kini mereka semua berkumpul di ruang sidang, tidak ada satupun yang mau di bakar untuk memasak

hmmmm, baiklah aku akan menghampiri mereka.

Sang raja kemudian menuju ruangan sidang, untuk melihat kayu-kayu bakar yang tidak mau di pakai memasak tersebut. Sesampainya di ruangan sidang, terdengar kayu kayu itu bergemuruh. Dan saat sang raja membuka pintu ruangan sidang. Mereka berhenti bersuara, lalu sebuah kayu bakar yang terlihat paling besar dari semuanya berbicara.

Raja, kami ingin meminta keadilan. Karena selama ini kami diperlakukan tidak adil. Kami dipakai memasak dan menghangatkan semua orang. Lalu setelah itu kami akan menjadi abu dan dibuang.

Raja tertegun, tak bisa berkata apa apa, karna bingung. Penjelasan seperti apa yang akan diungkapkannya. Dan tiba-tiba, raja di kagetkan suara tiang penyangga istana .

Betul raja kami juga minta keadilan. Karna kami sudah lelah menahan atap istana ini tiap hari .

Sang raja kemudian menutup telinganya, dengan kedua tangannya sambil melihat ke sekeliling ruangan. Karena meja, kursi dan jendela dan semua yang terbuat dari kayu bisa berbicara.

keadilan! Keadilan ! Keadilan!

Sang raja kemudian membuka tangan dari telinganya, karena suasana sudah sepi. Ternyata memang benar sudah tak ada yang bicara. Raja menarik nafas panjang, merasa lega dengan semuanya. Namun kembali raja di kagetkan suara yang menggema dari patung hiasan yang ada di dinding ruangan itu. Dengan suara yang berat, seperti suara kakek kakek yang sudah sangat tua.

Paduka raja, mereka masih berbicara. Mereka adalah cucu-cucuku, yang lebih dari jutaan tahun, dan entah berapa lama aku hidup aku sudah tidak dapat menghitungnya. Aku sengaja menyuruh mereka diam saat ini. karena ada yang akan aku sampaikan kepada paduka raja

Baiklah, silahkan sampaikan apa keinginanmu?

Paduka raja, aku telah ratusan tahun hidup disini, dan aku mengetahui semua yang terjadi di luar sana, karna kami selalu berbicara meskipun semua manusia tidak bisa mendengarnya. Dan ketahuilah musim hujan yang panjang ini adalah tangisan langit karena dia merasa sedih dengan keadaan sekarang. Langit bersedih karena ada ketidakadilan di bawahnya.

Siapa yang membuat langit bersedih, dan apa yang harus kita lakukan untuk membuatnya tidak bersedih?

Hmmmm,,, Paduka raja lah yang telah membuat langit bersedih. Karena telah melakukan penebangan pohon-pohon yang ada di hutan dengan semena-mena, dan menjual kayu itu ke negeri seberang. Karena itulah langit tidak berhenti menangis setiap hari dan malam, dia bersedih karena raja juga tidak pernah menanam pohon sebagai penggantinya. Ketahuilah rajaku, jika tidak segera di hentikan maka air mata Langit akan habis di pakai setiap hari. Dan ketika itulah kemarau panjang akan terjadi. Dan itu adalah bencana yang sangat besar buat kita semua

Sejak mendengar perkataan patung itu, raja tidak pernah lagi menjual kayu ke negeri seberang. Dan perkataan patung itu adalah perkataan terakhir dari para kayu. Kini tidak ada lagi kayu yang dapat berbicara

Sejak itu hujan memang berhenti , dan sang raja pun merasa bahagia, karena tidak lagi mendapat keanehan seperti sebelumnya. Raja kini di juluki Si Raja Adil oleh rakyatnya.

Rakyat semakin makmur karena sawah dan perkebunannya mendapatkan pengairan yang normal. Sehingga kesejahteraan mereka semakin meningkat.

Akhirnya kedamaian dan keindahan kembali lagi