Kali Gajah Wong

Legenda : Jawa Tengah
Dahulu, Pada waktu itu Sultan Agung sebagai pemimpin Kerajaan Mataram yang mempunyai banyak sekali prajurit, di dalam prajuritnya tersebut ada seorang srati, bernama Ki Sapa Wira.

Sultan Agung mempunyai binatang kesayangan yaitu gajah, Gajah tersebut Setiap paginya selalu dimandikan di sungai di dekat Kraton Mataram oleh Ki Sapa Wira. Oleh karena itu, menjadi menurut dengan Ki Sapa Wira. Hingga Suatu hari Ki Sapa Wira sakit, dia menyuruh adiknya Ki Kerti Pejok untuk memandikan Kyai Dwipangga.

“Kerti , Tolong gantikan aku memandikan Kyai Dwipangga, ,” kata Ki Sapa Wira.
“Baik, Kang,” jawab Ki Kerti. “Tapi bagaimana jika nanti Kyai Dwipangga tidak mau berendam, Kang?” sambungnya.
“Biasanya aku tepuk kaki belakangnya, lalu aku tarik buntutnya,” jawab Ki Sapa Wira.

Menjelang Pagi, Ki Kerti bersiap-siap dan berangkat bersama Ki Dwipangga ke sungai. Perlahan-lahan gajah itu berjalan menuju sungai, gadingnya berwarna putih mengkilat dan belalainya panjang, badannya yang besar mencerminkan keperkasaannya. Ki Kerti Pejok membawakan beberapa buah kepala untuk makanan Ki Dwipangga. Dan juga dengan tujuan supaya dia patuh padanya

Satu persatu buah kelapa tersebut di berikan kepadanya. Kelapa itu diambilnya dengan menggunakan belalainya yang panjang. Ki Dwipangga memakan satu persatu dengan cepat. Setelah menghabiskan beberapa kelapa tersebut, Ki Kerti sudah mengambil cemeti, menyuruh Ki Dwipangga untuk berjalan lagi.

Sesampainya di sungai, Ki Kerti menggiring Ki Dwipangga untuk masuk ke sungai yang lebih dalam. Lalu, Ki Kerti mulai memandikan gajah Ki Dwipangga, sesuai dengan ajaran Ki Sapa Wira. Perlahan-lahan dia membersihkan tubuh gajah tersebut, supaya lumpur-lumpur yang melekat cepat hilang. Selesainya memandikan Ki Dwipangga, segeralah ia pulang dan membawa pulang gajah itu pulang ke kandangnya.

“Kang, gajahnya sudah selesai saya mandikan,”kata Ki Kerti kepada Ki Sapa Wira.
“Ya, terima kasih. Aku harap besok pargi kamu pergi memandikan Ki Dwipangga lagi. Setiap hari gajah itu harus dimandikan, apalagi pada saat musim kawin begini,” jawab Ki Sapa Wira sambil menghisap gerutunya.

Seperti hari sebelumnya, pagi-pagi Ki Kerti mendatangi rumah Ki Sapa Wira, mempersiapkan bekal, dan menjemput Ki Dwipangga. Pagi itu langit kelihatan agak gelap, Karena itu segeralah Ki Kerti Pejok pergi sungai untuk memandikan Ki Dwipangga. Ketika sampai di sungai tersebut Ki Kerti Pejok agak kecewa karena sungai tempat memandikan gajah tersebut kelihatan dangkal.

Karena tiap harinya Ki Dwipangga masih harus dimandikan maka, mau tidak mau Ki Kerti Pejok memandikan Ki Dwipangga, walaupun sungainya dangkal. Dia menggosok gajah tersebut. Belum habis Ki Kerti Pejok menggerutu, tiba-tiba banjir bandang datang dari arah hulu.

“Hap … Hap … Tulung … Tuluuung …,” teriak Ki Kerti Pejok sambil melambai-lambaikan tangannya. Ia hanyut dan tenggelam bersama Ki Dwipangga hingga ke Laut Selatan. Keduanya pun mati karena tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.

Untuk mengingat peristiwa tersebut, Sultan Agung menamakan sungai itu Kali Gajah Wong, karena kali itu telah menghanyutkan gajah dan wong. Sungai itu terletak di sebelah timur kota Yogyakarta. Konon, tempat Ki Kerti memandikan gajah itu saat ini bersebelahan dengan kebun binatang Gembiraloka.