Chin-Chin Kobakama

Dongeng Negara : Jepang

Ribuan tahun silam, di negeri Jepang, hiduplah seorang wanita cantik nan rupawan. Karena dia istri seorang pedagang besar, maka banyaklah pembantu-pembantunya. Hal itu menyebabkan dirinya sangat malas. Tidak suka bekerja, bahkan kerja ringanpun tidak.

Pada suatu malam, saat sang suami meninggalkannya untuk mengurus dagangan di luar kota, wanita itu terjaga dari tidurnya. Dia terkejut melihat manusia-manusia kerdil bernyanyi dan menari memenuhi tempat tidurnya. Pakaian yang dipakai manusia-manusia kerdil itu sama dengan apa yang dipakai oleh suaminya jika sedang berada di rumah. Masing-masing dari mereka membawa sebilah pedang sepanjang lima sentimeter. Mereka terus bernyanyi dan menari dengan riangnya, ” Kami chin-chin kobakama, kami chin-chin kobakama, malam sudah larut. Tidurlah tuan putri tercinta.”

Wanita cantik itu tak bisa berteriak karena takutnya. Sementara manusia-manusia kerdil itu tetap bersuka ria menggodanya. Meskipun dengan hati yang sangat takut, dia mencoba menangkap mereka, namun manusia-manusia kerdil itu dapat menghindar dengan lincahnya. Mereka gesit, sehingga wanita itu kesal dibuatnya. Dan sampai menjelang pagi dia baru bisa tidur, karena manusia-manusia kerdil itu baru pergi.

Ketika suaminya datang dia ingin menceritakan peristiwa itu, tapi ragu-ragu. Dan akhirnya diurungkannya maksud itu, karena dia takut suaminya akan mentertawakannya.

Malam-malam berikutnya jika suaminya tak berada di rumah kejadian itu berulang-ulang terjadi. Hal itu menyebabkan wanita itu beberapa malam tidak bisa tidur. Hal ini tentu saja menyebabkan dia jatuh sakit.

Hati suaminya sedih melihat sakit yang diderita istrinya. Badannya semakin kurus dan kurus.

“Apakah sebenarnya yang kau rasakan, hai istriku? ” tanya suaminya sedih.
“Beberapa malam bila kau pergi aku tak bisa tidur,” jawab istrinya dengan lemah.
“Kenapa?”

Semula wanita itu enggan menceritakan sebab musabab dia sakit tak bisa tidur. Tapi akhirnya diceritakanlah apa yang dialaminya beberapa malam ini. Suaminya tidak marah, tidak pula mentertawakannya. Bahkan bertekad ingin memburu manusia-manusia kerdil yang telah mengganggu istrinya tiap malam.

“Kau takut sekali?” tanya suaminya.
“Ya,” jawab istrinya malu-malu. “Pukul berapa mereka datang?” “Menjelang tengah malam hingga
hampir pagi.”
“Kau tak memanggil pembantu kita?”
“Tidak. Aku takut dia akan menertawakanku.”
“Baiklah, aku akan menangkapnya. Mulai sekarang jangan takut.”

Tibalah malam yang ditunggu oleh pedagang kaya itu. Tak lama kemudian terdengar suara nyanyian mereka. “Chin-chin kobakama, chin-chin kobakama… “Mereka terus bernyanyi dan menari. Semua kejadian itu bisa disaksikan oleh pedagang dari lubang kunci kamar. Tertawalah pedagang itu melihatnya. Cepat dibukanya pintu kamar itu. Masuklah sang suami dan menghalau manusia-manusia kerdil itu dengan sebilah pedangnya. Merekapun seketika lenyap tak tampak seorang pun. Tinggal pedang-pedang mereka yang berserakan diatas tempat tidur, yang tak lain adalah tusuk-tusuk gigi yang kotor dan menjijikkan. Tusuk-tusuk gigi itu adalah sisa pakai sang wanita yang tak pernah dibersihkannya. Sedangkan manusia-manusia kerdil itu adalah hantu-hantu yang tak suka kotor.