Cerita Tiga Pangeran

Cerita Rakyat : Madura
Pada zaman dahulu di pulau Madura ada sebuah kerajaan yang besar dan makmur. Rakyatnya hidup tenteram dan cukup sandang dan pangan. Kerajaan itu di pimpin oleh seorang raja yang sudah berusia lanjut, dan sudah waktunya dia mencari pengganti untuk menduduki tahtanya. Raja itu mempunyai tiga orang putera,dan hal itulah yang membuat sang raja bingung. Karena takut dia akan salah dalam memilih dan menyebabkan permusuhan dan perpecahan di kerajaanya. Tapi akhirnya dia mendapat sebuah ilham untuk membantunya menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi.

Maka pada suatu hari, di panggilah ke tiga puteranya untuk menghadap. Lalu sang raja berkata. ”Hai anak-anak ku, hari ini kalian bertiga kupanggil menghadap karena suatu hal. Kalian tahu usia ku tak lagi
muda, maka aku berniat mengangkat salah satu dari kalian untuk menggantikan aku.
Tapi agar adil,aku akan memberi satu pertanyaan yang masing-masing dari kalian harus jawab. Dan dari jawaban yang kalian utarakan aku akan menentukan siapa yang berhak menggantikan ku. Dan ketika aku telah memilih, maka kalian harus rela dan tidak ada dendam yang kalian pendam”. Kata sang raja.

Ketiga pangeran menyanggupi syarat dari raja. Karena mereka yakin,apa yang di putuskan oleh ayahandanya adalah pilihan terbaik.

Kemudian sang raja pun berkata lagi ”Seperti apa cinta mu pada rakyat mu?” Anak pertama pun mengangkat tangan dan berkata ”Cinta ku pada rakyat ku sebesar gunung ayahanda”. Jawabnya dengan mantab. ”Hmm..begitu? Mengapa harus sebesar gunung?”. Tanya sang raja lagi. ”Gunung itu besar, tinggi dan kuat mencengkeram tanah. Jadi begitulah wujud cinta ku, yang kuat, besar dan tak tergoyahkan”. Jawab anak pertama dengan mantab.
”Tapi bukankah di pulau Madura ini tidak ada gunung? Dari mana kau bisa tahu wujudnya gunung?”. Tanya baginda raja lagi.
”Tapi di pulau jawa ada banyak gunung ayahanda, dan hamba mendengar semua hal tentang gunung dari orang-orang yang pernah ke sana”. Kata putra menjelaskan.
”Jadi kau menyimpulkan sesuatu dari kabar orang, padahal kau belum melihatnya sendiri? Lalu bagaimana cara mu berlaku adil pada rakyat mu jika kau mengetahui masalah mereka hanya dari kabar yang kau dengar?”. Tanya sang raja.

Anak pertama terdiam mendengar pertanyaan raja, dia menyadari letak kesalahanya. Lalu sang raja pun ganti bertanya pada putra ke dua. Dengan mantab dan percaya diri si anak kedua pun menjawab..” Cinta ku
kepada rakyat ku seperti bintang di langit ayahanda”.
”Sebutkan alasan mu..!!”. Pinta raja.
”Bintang itu indah, berkilau, bertaburan tak terhitung dan berada di langit yang tinggi hingga tak ada yang dapat melampauinya. Bahkan tingginya gunung sekalipun tak dapat mengalahkanya. Keindahan dan
gemerlapnya dapat di nikmati setiap manusia yang ada di bumi, begitulah wujud cinta ku ayahanda…seperti bintang, agar semua rakyat ku dapat menikmati indahnya cinta ku”. Kata anak ke dua menjelaskan.

”Hmm..bagus, niat mu sangat mulia. Tapi..bagaimana mungkin rakyat mu bisa merasakan cinta mu, bisakah kau bersikap adil?”. Tanya sang raja.
”Maksud ayahanda?”. Tanya anak kedua tak mengerti.
”Begini..bintang itu tinggi, terlalu tinggi hingga tak terjangkau. Lalu..bagaimana kau bisa berlaku adil pada rakyat mu jika untuk menemui mu saja mereka tak bisa..?”. Tanya raja.

Anak ke dua pun terdiam tanpa bisa menjawab. Lalu sang raja pun ganti melanjutkan bertanya pada si bungsu, anak terakhirnya. Raja pun mengutarakan pertanyaan yang sama seperti yang di tanyakan
pada ke dua kakaknya.

”Cinta ku pada rakyat ku seperti garam ayahanda..”. Jawab si bungsu.
”Hmm..kenapa garam? Bukankah garam adalah sesuatu hal yang remeh? Kenapa tak memilih bulan atau matahari yang lebih besar, indah, dan bersinar?”. Tanya raja.
”Begini ayahanda…setiap hari hamba menghabiskan waktu untuk berkeliling negeri dan membaur dengan rakyat, bahkan hamba di ajari membuat garam oleh mereka. Mungkin..garam adalah hal yang sepele dan
tak bernilai, tapi garam adalah hal yang di butuhkan oleh semua orang. Karena garam adalah hal yang tak terlalu berharga, hingga membuat semua kalangan bisa mendapatkanya dengan mudah, bahkan jika membelipun garam bisa di dapat dengan harga yang cukup murah. Garam ada di manapun, hingga tak terlalu sulit untuk menemukanya”. Kata si bungsu menjelaskan.

Raja terdiam mendengar penjelasan si bungsu. Setelah lama ditunggu, raja tetap tak menemukan sangkalan untuk si bungsu. Dan ahirnya raja memutuskan bahwa si bungsulah yang akan menggantikan tahtanya.
Dan kedua kakaknya pun menerima keputusan raja dengan bijak dan lapang dada…