Rachel Dan Batu Bertuah

Di ujung jalan Orchard Lane, berderet tiga buah pondok. Rachel Green menghuni pondok mungil yang di tengah. Pondok itu diapit dua pondok dengan ukir-ukiran aneh. Berupa sosok makhluk seram yang menyeringai pada setiap orang yang lewat. Maklumlah! Dua pondok itu milik milik dua penyihir.

Rachel benci tinggal di situ. Karena kedua tetangganya itu selalu bertengkar. Padahal mereka kakak beradik. Snatch, sang kakak, bertubuh panjang dan kurus. Hidungnya lancip, matanya hitam seperti manik-manik. Ia selalu memakai lipstik warna ungu dan sepasang giwang jamrud besar. Kadang-kadang, juga topi amat besar, dengan kembang-kembang liar bercuatan. Sebenarnya topi itu sangat aneh. Tapi tak ada orang yang berani menertawakan.

Grab, si penyihir adik, seperti terbuat dari tomat. Ia memakai rompi abu-bau dan rok hitam. Stoking tebalnya berwarna kelabu, yang selalu memiliki beberapa lubang. Wajahnya gemuk dan berbintik-bintik, rambutnya kelabu ikal.

Dulu kala, Penyihir Agung memberi kakak beradik ini sebuah batu ajaib. Terbuat dari tanduk unicorn (kuda bercula satu) dan sayap naga. Batu itu bisa untuk mengobati segala jenis penyakit. Juga bisa untuk mengutuk.

Pada musim panas, batu ajaib itu berwarna biru indah, seperti lautan. Pada musim dingin ia bersinar bagai emas murni. Kakak beradik itu tak ingin bergantian memakainya. Masing-masing ingin memilikinya sendiri. Itu sebabnya mereka selalu bertengkar hebat. Pertengkaran dengan memakai kekuatan dari batu itu.

Jika sedang bertengkar, kedua penyihir itu menciptakan hujan. Sudah dua tahun hujan turun terus-menerus. Itu masih belum seberapa. Yang membuat ibu Rachel kesal adalah jika mereka saling melempar kilatan petir. Petir-petir itu sering mendarat di kebun belakang pondok Rachel. Ibu Rachel jadi tak berani menjemur cucian. Snatch dan Grab begitu sibuk bertengkar, hingga lupa dimana mereka meletakkan batu itu.

Suatu hari, ibu dan ayah Rachel duduk di beranda belakang. Rachel bermain-main sendiri di kebun depan. Tiba-tiba Rachel melihat sebuah benda berkilauan bagai genangan air teronggok di samping pintu pagar. Itulah batu ajaib. Aah, cantiknya! Kilaunya begitu dalam dan biru bagai air danau. Ketika Rachel sedang mengamatinya, batu itu berkata, “Mereka menjatuhkanku. Apakah kau percaya, heh?”

Rachel menggeleng. Batu ajaib meneruskan, “Selama bertahun-tahun mereka bertengkar memperebutkanku. Kemudian mereka menjatuhkanku dan bahkan tidak peduli kalau aku hilang. Sungguh konyol! Gara-gara memeprebutkan aku, mereka sudah menyusahkan keluargamu!” batu itu menarik napas dalam. Begitu juga Rachel.
“Mereka itu kasar,” cetus Rachel. “Kita harus memberi mereka pelajaran.”
“Tapi, nampaknya aku tak bisa,” jawab batu itu dengan suara sedih, “Mereka terus-menerus bertengkar dengan kekuatan dariku. Sehingga kekuatan ajaibku hampir habis. Dulu aku jadi hiasan mahkota Raja Mesir yang tampan. Lalu pindah ke tangan seorang puteri duyung cantik. Oh, kini aku milik kedua penyihir tolol itu. Kalau kukerahkan kekuatanku untuk melerai mereka sekarang, kekuatanku akan habis. Dan aku akan menjadi batu biasa.”

Saat batu ajaib bercerita, terdengar suara berdebum keras di kebun belakang. Rachel melihat segumpal asap kuning membubung di belakang rumah. Rachel berlari ke kebun belakang. Wajahnya pucat pasi! Di atas dua kursi kanvas, tempat ayah dan ibunya tadi duduk, ada dua tanaman besar. Rupanya Snacth berniat menyihir Grab menjadi tanaman besar. Tapi sihirannya salah sasaran. Akhirnya kedua orang tua Rachel yang menjadi tanaman!

Rachel kembali ke batu ajaib dan menceritakannya. “Kau harus menolongku, sekarang juga,” isak Rachel.
“Baiklah,” jawab batu ajaib, “Aku tak peduli lagi jika aku menjadi batu biasa. Kedua penyihir tolol ini sudah keterlaluan. Kekuatanku dipakai untuk mengubah orang tuamu menjadi tanaman… Betul-betul keterlaluan…”

Batu ajaib itu mengeluarkan kilaunya. Lalu menyala sampai ada percik-percik oranye beterbangan. Kemudian ia bergumam. Terdengarlah suara mantera anggun, membuat kebun belakang berguncang.

Tiba-tiba batu itu berseru, “Penyihir-penyihir tolol, hentikan pertikaian kalian!” Lalu nampak cahaya berkilatan, suara benturan keras, dan batu itu berubah warna menjadi biru kembali.

Rachel kini bisa mendengar lagi suara kedua orang tuanya mengobrol di taman belakang. Ia menarik napas lega. Bagaimana nasib Snatch dan Grab? Luar biasa! Terjadi perubahan besar! Grab keluar rumah dan berjalan menghampiri Snacth.
“Hai, senang bertemu denganmu,” sapa Grab.
Snatch menjawab hangat, “Hai, apa kabarmu?”

Setelah bertukar salam, Grab mengajak kakak perempuannya masuk rumah. Sebelum mereka masuk Rachel memanggil mereka, “Hai, aku telah temukan batu bertuah kalian.”

Mereka berdua berpandangan. Lalu menjawab serempak, “Batu? Batu apa?”
Rachel memperlihatkan batu ajaib yang kini berwarna biru suram.
“Oh, batu itu!” ujar mereka, “Simpan sajalah!”

Rachel lalu menyimpan batu yang kini tidak punya kekuatan lagi. Grab dan Snatch tak pernah bertengkar lagi. Pondok Rachel pun tak lagi kena guyuran hujan di musim panas.

Ketika dewasa, Rachel menjadikan batu itu bros. Ia memakainya di acara-acara istimewa. Pada musim panas sinarnya biru molek, pada musim dingin keemasan. Rachel sangat menyayangi batu itu. Sebab mengingatkan dia bahwa bertengkar itu tolol. Lagipula, siapa lagi yang memiliki bros yang terbuat dari tanduk unicorn dan sayap naga? Bros yang pernah menjadi milik seorang Raja Mesir, putri duyung, dan dua tukang tenung tolol.