Penghuni Baru Hutan

Momon Monyet menggeliat di rumah pohonnya. Matahari sudah mengintip dari pucuk-pucuk pohon di hutan tempat dia tinggal. Burung-burung sudah mulai ramai berkicau.

Momon Monyet melongokkan kepalanya ke bawah. Wow! Siapa itu? Ada seekor ular nampak merayap masuk ke lubang yang ada di bawah pohon tempatnya tinggal. Lubang itu dulu didiami oleh Sacha, ular belang cokelat-hijau yang ramah. Tapi Sacha sudah pindah, dan lubang itu sudah beberapa lama tak pernah ditinggali lagi. Dan tiba-tiba saja pagi ini, Momon melihat ada seekor ular merayap masuk ke dalamnya.

Penghuni barukah?

Dengan mengendap-endap Momon turun dari pohon. Dia mengamati dari balik semak. Jangan-jangan penghuni baru itu galak, tak seramah Sacha. Momon waswas.

Tiba-tiba ada kepala terjulur dari dalam lubang. Wah! Si penghuni baru itu adalah seekor ular berkulit hijau bermata merah yang menakutkan. Momon segera mengendap-endap pergi untuk memberitahu teman-teman penghuni hutan yang lain.

Ternyata teman-teman Momon sedang berkumpul di dekat danau kecil di tengah hutan. Gugu Gajah, Ruri Rusa, Bota Babi Hutan, ada juga Jerry Jerapah, semuanya berkumpul saling mengucapkan selamat pagi.

“Hei, Teman-teman! Apakah kalian sudah melihat penghuni baru itu?” Momon bertanya sambil berlari menuju kerumunan hewan itu.
“Penghuni baru? Siapa?” tanya Gugu Gajah.
“Tinggal di mana?” tanya Bota Babi Hutan.
“Di lubang yang dulu jadi rumah Sacha Ular. Di bawah pohon tempat aku tidur.”
“Wah, aku jadi ingin tahu bagaimana rupa si penghuni baru itu.”

Gugu Gajah beranjak dari danau tempatnya berendam, lalu berjalan pelan ke arah pohon dimana Momon Monyet tidur tiap malam. Jerry Jerapah, Ruri Rusa dan yang lain-lain dengan serempak mengikutinya dari belakang.

Dari balik semak, mereka mencari-cari si penghuni baru. Tiba-tiba dari dalam lubang bekas rumah Sacha Ular, keluar seekor ular lain bersisik hijau dan bermata merah, persis seperti yang diceritakan oleh Momon.

“Wah, dia kelihatan menyeramkan,” bisik Gugu Gajah.
“Iya, dia sepertinya galak,” sahut Bota Babi Hutan juga dengan berbisik.
“Hiii… kelihatannya memang menakutkan ya. Baru datang hari inikah dia, Mon?” tanya Ruri Rusa pada Momon Monyet.
“Iya, aku baru melihatnya pagi ini. Kemarin aku belum melihat siapapun di sana,” jawab Momon.

Mereka pun masih mengawasi si penghuni baru itu dari balik semak-semak. Tiba-tiba, seperti merasa ada yang mengawasi, ular bersisik hijau bermata merah itu menengok ke arah di mana mereka semua bersembunyi. Para hewan yang berada di balik semak sontak kaget dan melangkah mundur terburu-buru. Tapi…

“Hai, kawan. Sedang apakah kalian di situ? Mari sini! Aku baru saja selesai memanggang kue!” seru si ular bersisik hijau bermata merah.

Gugu Gajah, Ruri Rusa, Momon Monyet dan yang lain saling berpandangan.

“Mari sini! Mumpung masih hangat! Aku tak akan habis memakannya sendirian. Mari, makan bersamaku. Nanti aku buatkan teh juga untuk menemani kue-kue ini,” seru si ular bersisik lagi.

Perlahan-lahan, Gugu Gajah, Ruri Rusa dan kawan-kawan keluar dari persembunyian mereka di balik semak-semak. Dengan ragu-ragu mereka menghampiri si ular bersisik hijau bermata merah sambil tetap waspada.

“Aduh, ada apa dengan kalian ini? Mari kita kenalan dulu. Namaku Brezel. Pasti kalian sudah takut duluan ya melihat sisikku, atau melihat mataku? Hahaha…” Ular yang ternyata bernama Brezel itu tertawa geli. “Aku memang tampak menakutkan, tapi percayalah, aku ini cuma ular yang suka membuat kue. Kalau kalian lapar, mampirlah kemari. Pasti selalu ada kue.”

Gugu Gajah menyambut ajakan perkenalan Brezel pertama kali. “Aku Gugu Gajah, maafkan sikap kami tadi, ya?”
“Iya, Brezel, maafkan kami yang sudah menganggapmu galak sebelum berkenalan denganmu,” sambung Ruri Rusa.
“Wahhhh, kuemu lezat sekali, Brezel,” puji Jerry Jerapah yang sudah mengambil kue lebih dahulu.

Brezel tertawa. “Hahaha, Iya, tak apa-apa, Kawan. Sekarang kita sudah berkenalan. Iya, aku suka sekali membuat kue. Tapi untuk memakannya, aku rasa aku tidak akan sanggup menghabiskannya sendiri. Jadi sering-seringlah kalian kemari, ya?”

Momon Monyet lantas berkata, “Aku Momon Monyet. Kurasa akulah yang tinggal paling dekat denganmu.”
“Oh ya? Memangnya di mana kamu tinggal?” tanya Brezel.
Momon menunjuk ke atas. “Di atas sana.”
Brezel tertawa lagi. “Waaah, halo, Tetangga!”

Mereka pun tertawa berderai-derai sambil menikmati kue buatan Brezel.
Pagi pun semakin bertambah ceria.