Kisah Tikus Kecil

Alkisah pada zaman dahulu kala hiduplah seekor tikus yang tinggal di rumah seorang petani bersama dengan keluarganya. Karena dia hidup bersama seorang petani yang selalu mengumpulkan hasil panen, maka tikus dan keluarganya selalu hidup berkecukupan. Namun, ada satu masalah yang selalu membuat dia tidak puas dengan keadaan dirinya, yaitu keberadaan kucing peliharaan petani yang selalu membahayakan dirinya. Seperti hari ini, tikus kecil masuk ke lorong rumahnya dengan terengah-engah. Kucing petani baru saja mengejar-ngejar dirinya yang hendak mengambil sepotong keju dari gudang penyimpanan makanan. Sambil menyeka dahinya yang dipenuhi keringat, tikus kecil bergumam

“Aku sudah bosan mempunyai tubuh yang kecil. Aku ingin menjadi lebih besar, kuat, dan berkuasa, bahkan melebihi kuasa Petani dan Kucing miliknya.”

Setelah membulatkan tekad untuk menjadi lebih besar dan kuat, Tikus pun akhirnya pergi meninggalkan rumah Petani. Dia berjalan menelusuri jalan setapak sembari memikirkan apa yang dia inginkan, tanpa dia sadari bahwa Sang Peri mendengarkan apa permintaannya. Ketika Tikus Kecil sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang, Peri pun muncul di hadapannya.

“Wahai Tikus Kecil. Aku mendengarkan ucapanmu sepanjang jalan ini. Katakanlah padaku apa yang membuatmu memikirkan hal itu?” ucap Sang Peri.
Dengan suara yang terbata-bata, Tikus pun menjawabnya “Aku ingin menjadi lebih besar, lebih kuat dan lebih berkuasa. Sehingga Petani dan Kucingnya tidak bisa mengganggu dan mengejarku lagi.”
Peri pun mengagguk tanda mengerti, lalu dia pun berkata “Aku mengerti apa yang kamu inginkan. Baiklah, Tikus Kecil. Aku akan memberikanmu lima permintaan, pikirkanlah dengan baik apa yang kamu inginkan dengan permintaan itu. Ucapkan kata ajaibnya ‘Pam Para Pam Pam’ lalu keinginanmu, maka kau akan berubah menjadi apa yang kau minta.”

Tikus Kecil pun melonjak kegirangan akan perkataan Sang Peri. “Terimakasih, Peri. Akan kugunakan permintaan itu sebaik-baiknya.” Setelah tersenyum kepada Tikus Kecil, Sang Peri akhirnya menghilang dari hadapannya.

Tikus Kecil melanjutkan perjalanannya sepeninggal Sang Peri. Di benaknya dipenuhi pikiran-pikiran hendak menjadi apakah dia. Tanpa dia sadari, matahari bersinar semakin terik. Panasnya membuat dia kelelahan dan harus sering berhenti hanya untuk sekedar beristirahat. Lalu dia akhirnya sadar dan berkata

“Pam Para Pam Pam! Aku ingin menjadi matahari!” Plop! Dan dalam sekejap ucapannya menjadi kenyataan. Tikus kecil menjadi Matahari yang bersinar terik di langit. Dia tersenyum senang, dengan dirinya yang baru dia dapat menerangi seluruh daratan. Orang-orang yang sedang bekerja di bawahnya, dia sinari dengan terik sehingga mereka kepanasan dan berhenti bekerja. Akan tetapi, kegembiraannya hanya berlangsung sekejap. Karena tanpa dia tahu dari mana datangnya, munculah segumpal awan yang menutupi dirinya. Sekuat apapun dia mencoba mengeluarkan sinarnya, awan ini tidak beranjak dari hadapannya.

“Ternyata, masih ada yang lebih kuat dari matahari. Lihatlah awan ini, walaupun aku mengeluarkan sinar yang terik, dia tidak bergeming, tetap menghalangiku. Kalau begitu, Pam Para Pam Pam! Aku ingin menjadi awan!” serunya.

Plop! Tikus Kecil pun berubah menjadi awan. Dia bergerak kesana kemari, membuat tempat yang dilaluinya tertutup awan mendung. Orang-orang tidak bisa menjemur pakaiannya, Petani tidak dapat mengeringkan hasil panennya, dan tumbuhan tidak dapat mendapatkan sinar matahari untuk tumbuh. Lagi-lagi kegembiraannya tidak berlangsung lama, datanglah angin yang kencang dan meniup Tikus Kecil yang telah berubah jadi awan. Sekuat apapun dia bertahan, tapi angin berhasil meniupnya.

Tikus kecil yang kesal akhirnya berkata “Angin ini lebih kuat dari awan. Pam Para Pam Pam! Aku ingin menjadi angin.” Plop! Tidak ada lagi gumpalan awan halus, Tikus Kecil kini berubah menjadi angin. Dia meniup ranting dan dedaunan yang berjatuhan di tanah, ditiupnya awan yang menghalangi jalannya. Tetapi ketika dia meniup rumah Petani, rumah itu tidak terbang seperti yang disangkanya. Dia mencoba meniupnya sekali lagi. Whus! Tapi rumah itu tetap tidak bergeming. Sang Tikus mencoba meniupnya berkali-kali hingga akhirnya dia kelelahan.

“Rumah ini lebih kuat dariku. Matahari tidak dapat menembusnya, awan tidak dapat mengganggunya, bahkan angin pun tidak mampu meniupnya. Kalau begitu Pam Para Pam Pam! Aku ingin menjadi rumah!”

Plop! Tikus pun berubah menjadi rumah. Dia berdiri dengan kokoh seolah-olah menantang matahari, awan dan angin. Waktu pun berlalu, rumah yang kokoh ini lambat laun dipenuhi dengan lubang-lubang kecil. Rupanya ada keluarga tikus yang membuat sarangnya di sana. Tikus Kecil pun menyesal, ternyata tidak ada yang lebih baik selain menjadi diri sendiri. Rumah yang dia kira lebih kuat, besar, dan berkuasa dari apapun juga, ternyata bisa diganggu oleh makhluk-makhluk kecil seperti dirinya dulu. Dengan berlinang air mata, Tikus Kecil pun memohon pada Peri agar mengubahnya kembali. Sang Peri yang bijaksana mengabulkan permintaannya, Tikus Kecil kembali menjadi tikus seperti semula. Dia pun tidak pernah lagi mengeluh ingin menjadi orang lain.