Sasi Si Anak Cacing

Sasi si cacing dan segerombolan cacing lainnya tinggal di sebuah sela-sela tanah yang biasa disebut Gang Tan. Sasi si cacing sangat bahagia hidup di dalam Gang Tan. Disana makanan sangat cukup karena banyak sisa-sisa bahan organik yang membusuk. Kehidupan di Gang Tan sangat bahagia.

Tetapi suatu hari saat Sasi sedang makan, tiba-tiba dia melihat ada cahaya terang dibalik sela-sela tanah. Sasi sangat penasaran dan berjalan menuju cahaya tersebut.Sasi terus berjalan dan terus hingga sampai pada sisi terluar tanah. Sasi sangat terpesona melihat indahnya dunia. Sebelumnya dia tidak pernah keluar dari dalam tanah.

Sasi terus berjalan hingga dia bertemu dengan Kuki si kupu-kupu yang sedang terbang rendah.

“Hai, kau cantik sekali.” ucap Sasi.
“Terima kasih. Hai cacing, namaku Kuki si kupu-kupu. Siapa namamu?” tanya Kuki.
“Namaku sasi si cacing. kau seekor kupu-kupu? Apakah semua kupu-kupu indah sepertimu?”
“Hahaha tentu, kami memang terkenal dengan sayap yang indah ini. Apa kau baru pertama kali melihatnya?”
“Ya, aku baru pertama kali keluar dari tanah.”ujar Sasi.

Tiba-tiba kicauan burung terdengar merdu.
“Itu suara apa, Kuki?” tanya Sasi.
“Itu suara burung, kau tak tahu? Berhati-hatilah dengan burung. Dia dapat memakanmu. Segeralah kau kembali ke dalam tanah.” ucap Kuki dengan panik.
“Begitukah? Baiklah aku akan pulang. Senang bertemu denganmu, Kuki.”

Sasi segera bergegas menuju rumah. Sesampainya dirumah, dia termangu sedih.
“Mengapa kau sedih, Nak?”tanya ibu Sasi.
“Aku tadi keluar tanah melihat alam luar Bu.”
“Astaga Sasi, untungnya kamu baik-baik saja sekarang. Berjanjilah, kamu tak akan mengulangi lagi ya. Suatu saat Ibu akan mengajakmu melihat dunia luar, Nak. Tapi sekarang belum saatnya.”
“Iya Bu. Aku berjanji.” jawab Sasi.
“Lalu mengapa kau bersedih, Nak?”
“Aku sedih Bu. Di luar aku bertemu dengan Kuki si kupu-kupu. Dia sangat indah Bu. Juga seekor burung yang memiliki suara indah. Aku ingin seperti mereka.” Ucap Sasi dengan murung
“Kita memang tak secantik kupu-kupu atau memiliki suara seindah burung, Nak. bersyukurlah kau terlahir sebagai cacing,” ujar Ibu.
“Lihatlah Bu. Kita kotor dan hidup di dalam tanah. Tidak seperti mereka.”
“Hidup tidak hanya sekadar cantik atau memiliki suara yang indah, Nak. Lihatlah seberapa beruntungnya kita. Kamu tahu, tanah subur ini karena kita. Dengan tanah yang subur, kita telah menciptakan kehidupan. Bunga-bunga dapat tumbuh, pohon pun demikian. Kamu tahu, kupu-kupu sangat membutuhkan bunga. Begitupula dengan burung yang membutuhkan pohon untuk tempat berteduh.” jelas Ibu dengan bijak.

Sasi pun tersenyum bangga. Dia mengerti bahwa betapa beruntungnya dia terlahir sebagai seekor cacing. Hidupnya dapat bermanfaat untuk orang lain.