Pak Tani dan Pohon Rambutan

Kebun Pak Tani luas sekali. Di dalamnya banyak sekali pohon buah. Ada pohon apel, pohon pisang, jambu, jeruk, nangka, durian, rambutan dan masih banyak pohon lainnya. Sungguh senang sekali jika sudah saatnya panen buah. Buah-buahan yang ranum bergantungan di dahan pohon, menunggu untuk dipetik. Buah apel hijau besar bergelayutan di dahan. Buah jambu air berwarna merah manis berair saat dikunyah. Buah pisang kuning langsat rasanya manis legit. Buah jeruk berwarna jingga manis asam menggoda lidah. Buah nangka besar dan hijau, jika dibelah harumnya tak tertahankan, daging buahnya kuning dan empuk. Dan jangan ditanya jika pohon durian yang sedang berbuah. Wah! Harum durian tersebar ke seluruh kebun! Pak Tani sangat bersuka cita dengan hasil kebunnya.
Tapi ada satu yang disayangkan Pak Tani. Sudah bertahun-tahun ia menunggu pohon rambutannya berbuah, tapi akhir penantiannya tak kunjung tiba juga. Pohon rambutannya tetap tidak mau berbuah. Pohon itu hanya menjadi tempat tinggal banyak burung pipit dan kenari. Kesabarannya habis sudah. Ia mengambil kapak untuk menebang pohon itu.

Burung-burung yang tinggal di pohon rambutan mengetahui maksud Pak Tani. Mereka lalu mengerubunginya, memohon agar pohon itu tidak ditebang.
”Cuit-cuit! Pak Tani yang baik hati! Kami mohon agar kamu tidak menebang pohon ini. Pohon ini adalah tempat tinggal kami. Mohon berbaik hatilah!” seru mereka dengan ramai.
Tapi Pak Tani tidak bergeming. Ia melangkah tegap ke arah pohon rambutan.
”Cuit-cuit! Pak Tani yang baik budi! Janganlah kau tebang pohon ini, biarkan kami menggantinya. Kami akan menyanyi setiap hari untuk menghiburmu,” begitu kata burung-burung kenari. ”Dan kami akan membantumu merawat kebunmu,” tambah burung-burung pipit.
Tapi Pak Tani tak juga bergeming. Ia mengayunkan kapaknya. Duak! Duak! Duak! Suara kapak menghantam batang rambutan terdengar membahana. Tiba-tiba sesuatu mengenai kepalanya. Benda lengket menempel di rambutnya. Apa itu? Pak Tani segera saja berburuk sangka. ”Burung-burung tadi pasti buang air di kepalaku!” Pak Tani berkata geram. Ia melepaskan kapaknya, tangan kirinya menyapu rambutnya. Dengan jijik Pak Tani mengamati tangannya yang lengket berwarna kuning. Ia mencium baunya. Yeek! Kotoran! pikirnya jijik. Tapi mulut Pak Tani berkata lain. Pak Tani malah berseru kaget, ”Wooowww!!”
Ternyata benda lengket yang menimpanya adalah sarang madu. Lebah madu bersarang di dalam pohon rambutannya! Madu menetes-netes keluar dari dalam lubang pohon. Pak Tani tertawa gembira. Madu dari pohon rambutanku! Segera ia berlari pulang, menyimpan kapak dan membawa botol kosong untuk wadah madu miliknya. Pak Tani tidak jadi menebang pohon rambutannya. Ia merawatnya lebih baik dari sebelumnya. Semua burung menyaksikan dan bernyanyi gembira. Cuit-cuit! Tralala! Cuit-cuit! Trilili!

Pesan dari cerita ini : seringkali orang lupa untuk memperhatikan kepentingan orang lain, dan lebih mementingkan kepentingannya sendiri.