3 x 8 = 23

Suatu hari, ada keributan antara penjual kain dan pembelinya di pasar. “Tiga kali delapan itu dua puluh empat!” teriak pembeli. “Bukan! Dua puluh tiga!” teriak penjual kain melotot.

Keduanya saling mempertahankan pendapatnya hingga hampir berkelahi. Bersamaan dengan itu, datang Yan Hui menengahi. Yan Hui adalah murid kesayangan Confucius. “Berhenti…berhenti…ada apa ini?”

“Coba kamu jawab, berapa hasil dari tiga kali delapan?” tanya penjual kain. “Oh…tentu saja dua puluh empat.” Jawab Yan Hui. “Aku tidak percaya. Ayo, kita tanya Confucius!” ajak penjual kain. “Tidak perlu bertanya pada Confucius. Sudah jelas tiga kali delapan adalah dua puluh empat!” ujar Yan Hui sambil tertawa. “Ayo kita buktikan!” ujar penjual kain kesal sambil mengajak Yan Hui pergi menemui Confucius.

Sesampainya dirumah Confucius, penjual kain bertanya, “Confucius, jawab dengan benar berapa hasil tiga kali delapan? Jika salah, akan aku berikan kepalaku pada Yan Hui. Jika benar, Yan Hui harus menyerahkan jabatannya kepadaku.”

“Baik. Aku setuju!” tantang Yan Hui. “Tenang…tenang! Siapa yang menjawab dua puluh tiga?” tanya Confucius. “Aku” jawab penjual kain.

“Benar. Jawaban kamu benar! Yan Hui, serahkan jabatanmu padanya,” jelas Confucius. Dengan berat hati, Yan Hui memberikan topi kepada penjual kain sebagai tanda.

“Ah…mungkin Confucius sudah pikun,” gumam Yan Hui kesal sambil berpamitan. “Ingat pesanku. Jika hujan lebat, jangan berteduh di bawah pohon. Jangan membunuh dan cepat kembali jika urusanmu sudah selesai,” pesan Confucius.

Di tengah perjalanan, hujan turun dengan lebat. Di sana, ada pohon rindang dan Yan Hui ingin berteduh di sana. “Mmmm,,,, tapi Confucius bilang aku tidak boleh berteduh di bawah pohon.” gumam Yan Hui sambil meneruskan perjalanannya. Baru beberapa langkah berjalan, tiba – tiba terdengar suara keras. “Duarr…! Brug…! Yan Hui menoleh kebelakang. Ternyata, pohon rindang tadi rubuh karena tersambar petir. “Oh…Confucius benar!”

Sesampainya di rumah, hari sudah larut. Yan Hui masuk ke kamar mengendap – ngendap karena takut istrinya terbangun. “Hah…ada orang di samping istriku. Siapa dia?” tanya Yan Hui. Yan Hui mengambil pedang hendak membunuh orang itu. Namun, Yan Hui teringat pesan Confucius dan menunggu hingga terang. Ternyata, yang tidur di ranjang istrinya adalah adik istrinya. “Untung aku tidak membunuhnya.”

“Ternyata, ucapan Confucius benar. Ia tidak pikun,” ucap Yan Hui. Yan Hui pun segera pergi untuk kembali menemui Confucius. Sesampainya di sana, Confucius menyambut Yan Hui dengan gembira.

“Guru, hebat! Kenapa kamu tahu apa yang akan terjadi padaku?” tanya Yan Hui.

“Kemarin udara sangat panas. Diperkirakan akan turun hujan disertai petir. Lalu, kamu pergi dengan membawa pedang sambil memendam amarah,” jelas Confucius.

“Tahukah kamu, kenapa aku membenarkan jawaban penjual kain?” tanya Confucius.

“Bayangkan. Jika aku katakan tiga kali delapan adalah dua puluh empat maka penjual kain itu harus mati. Jika aku katakan dia benar, hanya jabatanmu yang diberikan. Apakah jabatanmu lebih berharga dari sebuah nyawa?” tanya Confucius.

Dengan malu hati, Yan Hui sadar bahwa Confucius memang hebat dan bijaksana. Untuk itu, Yan Hui kembali berguru pada Confucius.